Wednesday, October 5, 2011

Transcending Injustice

Melalui para bijak terlukis indah bahwa ketidakadilan hanya bisa dilampaui oleh hati manusia yang seluas ruang. Serupa gelas kecil, sedikit saja ada gerakan ia sudah berisik. Namun begitu gelasnya pecah dan menyisakan ruang, sekeras apapun sendoknya digerakan ia tidak akan menimbulkan suara. Hal sama terjadi dengan banyak manusia yang ditimpa ketidakadilan. Ada yang putranya mati dalam demonstrasi, ada yang suaminya tewas diracun di pesawat, ada yang keluarganya wafat tertembak peluru aparat, ada yang terbakar kompor gas dsb.

Namun seberapa luas ruang kesadaran dan kesabaran seseoranglah yang akan menentukan apakah ketidakadilan menjadi hulu sungai penderitaan atau menjadi hulu sungai pencerahan. Ketidaktahuan dan kemarahan membuat banyak manusia menjadikan ketidakadilan sebagai hulunya penderitaan. Jadi munculnya ketidakadilan kemudian membuat kehidupan berputar kencang dari kebencian ke kebencian lain. Ujungnya mudah diterka, badan sakit2n, jarang bahagia, stres dan ketika mati membawa serta kemarahan.

Di alam ada hukum yang tidak bisa ditawar. Bila menyentuh air akan basah dan jika memegang api akan terbakar. Ia yang terus melawan ketidakadilan memang bisa disebut pahlawan mengagumkan, tapi akan terus dikejar hawa panas kemarahan. Mereka yang melampaui ketidakadilan melalui kesempurnaan kesabaran bisa disebut pecundang memalukan. Namun karena hati sudah seluas ruang, ketidakadilan berhenti jadi api penderitaan berubah menjadi air sejuk pencerahan, kemudian berselancar di atas gelombang kesedihan-kebahagiaan menggunakan papan selancar kasih sayang.

Ketidakadilan yang diolah kemudian mengasah hati menjadi semakin luas. Tatkala hati sudah seluas ruang, telihat kehidupan ternyata sebuah jejaring keterhubungan yang berisi putaran sempurna. Melawan putaran buahnya penderitaan dan menyatu dengan putaran itulah pencerahan. Makanya mahluk tercerahkan disebut onobscured suchness (batin telanjang apa adanya sekaligus bebas dari penghalang emosi dan konsep)

(Gede Prama)

Mazmur 139

Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku, Engkau mengetahui kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.

Engkau memeriksa aku kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi.

Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya Tuhan.

Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tanganMu ke atasku.

Terlalu ajaib bagiku mengetahui itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.

Ke mana aku dapat pergi menjauhi rohMu? Ke mana aku dapat lari dari hadapan Mu?

Jika aku mendaki ke langit, Engkau ada di sana, jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau berada.

Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan Mu memegang aku.

Jika aku berkata: "Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam", maka kegelapan pun tidak menggelapkan bagi Mu dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti siang.

Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku di dalam rahim ibuku

Aku bersyukur padaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Kau buat dan jiwaku benae-benar menyadari nya.

Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; matamu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang dibentuk, sebelum ada satupun daripadanya.

Dan bagiku betapa sulitnya pikiran Mu, ya Allah. Betapa besar jumlahnya.

Jika aku mau menghitungnya, itu lebih banyak daripada pasir.

Apabila aku berhenti, masih saja aku bersama-sama Engkau........................

Selidikilah aku, ya Allah, dan kenalilah hatiku, ujilah aku dan kenalilah pikiran-pikiranku, lihatlah apakah jalanku salah dan tuntunlah aku di jalan yang kekal.



Amin.